Wednesday 28 September 2016

Folklore – Writers Workshop Day 3



Yuhu… ini dia materi yang banyak ditunggu-tunggu : cerita rakyat.
Menurut para peserta yang mengikuti workshop tahun kemarin, materi ini yang menjadi daya tarik mereka untuk kembali mengikuti Writers Workshop bersama Room to Read.
“Tahun kemarin nggak ada folklore,” begitu kata mereka.
Saya diam mendengarkan, lebih banyak bertanya-tanya ke diri sendiri … Saya kok nggak tahu ya materinya bakal apa aja, kecuali ya bikin buku untuk pembaca pemula. *kasihan, nggak update nih orangnya.

Sementara yang lain antusias menerima materi, saya cenderung pasif. Jujur saja, cerita rakyat itu kelemahan terbesar saya. Buktinya, setiap kali ada lomba di komunitas untuk menceritakan ulang cerita rakyat atau membuat cerita rakyat, saya selalu gagal.
Pertama, saya kurang tertarik membaca cerita rakyat Indonesia yang panjang-panjang, lalu ujungnya saya nggak paham maksudnya apa.
Kedua, saya bingung bagaimana membuat cerita tersebut lebih sederhana, lebih menarik, terutama untuk dikenalkan pada anak-anak.
Ketiga, seperti yang orang banyak bilang, cerita rakyat Indonesia seram. Ada pembunuhan, incest, dan teman-temannya.

Kalian juga merasa gitu nggak sih?

Tapi, dibanding hari-hari sebelumnya, materi cerita rakyat ini menjadi materi yang paling seru : banyak diskusi, banyak debat, banyak pertanyaan berseliweran. Kalau beberapa justru malah mendapat pencerahan, saya justru makin bingung, loh. Hehehe.
Tapi, saya tetep mau share materinya di sini. *pede Jaya
Seperti yang Mr. Alfredo bilang (dan saya sadari betul dengan segala kerendahan hati, uhuk!)
“You need to practice.”
Eh, ngomong-ngomong, Mr.Al bilangnya ke semua peserta, loh. Nggak ke saya aja, okeh? :D

Dan inilah materi singkat dari Mr. Alfredo seputar cerita rakyat :

Apa saja yang termasuk dalam cerita rakyat (folklore)?
Sebuah ritual kepercayaan, keagamaan, tarian tradisional, desain-desain tertentu, mitos, legenda, cerita-cerita lisan.

Apa saja yang terkandung dalam cerita rakyat yang tidak dapat kita abaikan?
Mengandung unsur budaya, mengekspresikan spiritual, sosialisasi, hiburan, terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari, mengandung nilai-nilai kehidupan.

Mengapa menggunakan cerita rakyat?
Cerita rakyat merupakan medium untuk literasi. Selain itu, ia merupakan cerita yang populer (Umumnya bersumber dari cerita lisan yang diceritakan secara turun-temurun).

Bagaimana kita menggunakan cerita rakyat?
a) Mengadaptasi cerita (adapt)
b) Menceritakan ulang (retell)
c) Membuat cerita baru (recreate)
d) Menata ulang cerita (deconstruct)
e) Memodernisasi (modernize)
*aduhai, sulitnya menerjemahkan satu kata doang dari Inggris ke Indonesia… semoga kalian nggak malah makin bingung, ya.

Dan berikut rumusan sederhana dari Mr.Al untuk mengadaptasi sebuah cerita rakyat :
1. Identify the Highlight
Apa garis besar cerita rakyat yang kamu baca? Bagian mana yang paling menarik perhatianmu? Tokoh, alur cerita, konsep-konsep sederhana, atau motifnya?
2. Find the new concept. Set your objective.  
Buat konsep baru, beri tujuan baru bagi tokohmu.
3. Re-create the story with B-M-E.
Tulis kembali cerita tersebut dengan menggunakan rumus Beginning- Middle-End.

Kalau Mr.Al sih kasih contoh dari legenda Count Dracula

Mr. Al dan Count Dracula
Nah, sekelibat saya menangkap dengan bahasa Inggris yang pas-pasan ini, rupanya Mr Al pernah tergabung dalam proyek Sesame Street. Ada kan tuh tokoh “Count” Dracula? Nah tokoh ini merupakan salah satu adaptasi cerita dari cerita Count Dracula yang sesungguhnya. Kami menonton video youtube-nya. Bagaimana si “count” Dracula di Sesame Street adalah drakula yang senang menghitung, kapan saja dan dimana saja. Hihi. 

"Count" Dracula di Sesame Street
Yuk, balik lagi ke tiga langkah di atas. Berarti :
1. Bagian yang paling menarik adalah tokohnya, si Count Dracula.
2. Konsep baru : mengenalkan konsep angka dan menghitung bagi anak-anak
3. Tulis kembali cerita : Count Dracula bernyanyi tentang angka-angka.

Yaphs, langkahnya memang cuma tiga. Tapi percayalah, ketika praktik, saya sih puyeng nggak ketulungan. Mungkin yang Mbak Dina bilang benar, kebanyakan penulis yang ingin mengadaptasi cerita rakyat Indonesia selalu punya beban dan ketakutan. Hal ini karena setiap cerita rakyat Indonesia membawa unsur budaya atau nilai-nilai dari suatu daerah. Rasanya nggak asyik juga kan kalau kita tiba-tiba diprotes atau diboikot sama suatu masyarakat.

Hmm..hmm…ada baiknya sekarang kita mengenal cerita rakyat negeri kita tercinta ini, yuk. Materi ini dibawakan oleh Mbak Dina Amalia dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud : Cara Mengadaptasi Cerita Rakyat Indonesia

Semangat!
\(^o^)/

3 comments:

  1. aduh cerita rakyat ini yg paling sulit buatku, hehe

    ReplyDelete